Selasa, 17 Juli 2012

Masih dinilai dari muka

Jangan menilai buku dari sampulnya. Itu mungkin kalimat klise yang sering kita dengar. Toh pada kenyataannya tetap saja ada beberapa pihak yang tetap menilai dari luarnya.
Kejadian ini saya alami ketika menunggu pesawat lanjutan. Transit di bandara Soeta. Bandara yang katanya bertaraf internasional di negeri ini.

Sebagai mana biasanya, setelah kembali dari tugas lapangan saya kembali ke kantor. Penerbangan dari Yogyakarta ke Palembang. Transit di Jakarta. Berhubung waktu itu sudah memasuki waktu dhuhur, saya putuskan untuk sholat lebih dahulu. Maksudnya sih sekalian dijamak dengan Ashar karena seringnya penerbangan delay secara sepihak. 

Saat memasuki  memasuki mushola, entah kenapa petugasnya menanyakan sesuatu yang sangat janggal menurutku. Dia menanyakan ," Mau sholat?," sampai 3 kali dengan muka heran kepadaku. 

Awalnya saya diam, setelah pertanyaan ke tiga baru saya iyakan. Tiba-tiba saya sadar kenapa dia menanyakan hal itu. Yup, muka dan tampilan saya jauh dari sebutan orang alim. Saya baru selesai tugas lapangan. Jelaslah penampilan saya itu berantakan. Terus muka? ya saya akui mukaku seperti ini, ga menarik. Terus kenapa? ini bukan salah saya bukan? muka ini anugerah yang di berikan oleh Tuhan dan saya ga berniat menukarnya.

Inilah yang saya sangat jengkel. Emosi saya serasa ingin meledak. Menghajar orang itu. Tapi saya tahan. Saya kembali ke niat awal, sholat. Meskipun hati ini menahan amarah yang sangat. 

Saya teringat waktu masih di Kaltim, kejadian hampir mirip. Dan lebih parah saya diusir dari mushola. Terus terang saya masih heran sampai sekarang, apa yang salah dengan penampilan dan muka saya sampai di cap tidak layak beribadah.

Jengkel ...iya, marah...iya. Tapi sekarang yang timbul adalah perasaan kasihan. Saya kasihan kepada orang-orang yang menilai orang lain dari penampilan. Betapa piciknya mereka. Semoga mereka di berikan hidayah........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar